Jumat, 29 November 2013

Sistem Inseminasi Buatan Pada Sapi di Indonesia Perlu Diperbaiki

0 komentar

Inseminasi Buatan (IB)  telah dilaksanakan di Indonesia sejak tahun 70 an, dan telah mempunyai dampak positif dan negatif , dampak positif adalah meningkatkan produktifitas sapi lokal dengan meningkatnya berat badan atau produksi susu, akan tetapi dampak negatifnya adalah panjangnya jarak kelahiran (calving interval), hal ini yang menyebabkan proses pembibitan jadi terhambat, karena total jumlah anak yang dihasilkan (calf crop) menjadi rendah , sebagai contoh hasil penelitian di sapi perah yang dengan sistem IB yang lebih baik yang didapat  di batu S/C 1,93 ± 1,18. DO 171,546 ± 120,57  dan CI (jarak beranak ) 449,21 ± 136,478. Sedangkan di kawasan KUD Jabung Kabupaten Malang S/C 2,93 ± 1,73 kali  DO 197,07 ± 159,90 hari , CI 472,19 ± 156,45 hari, sedangkan pada sapi potong nilai-nilai parameter evaluasi reproduksi tersebut menunjukkan lebih jelek lagi. Hal tersebut mesti menjadi perhatian kita untuk memperbaiki sistem Inseminasi Buatan secara menyeluruh, agar pembibitan sapi di Indonesia dapat berjalan dengan baik dan Swasembada Daging dapat terwujud.

Keberhasilan Inseminasi Buatan dipengaruhi oleh beberapa unsur yaitu  1) kualitas semen 2) Fisiologi sapi betina yang di IB 3) Ketepatan Inseminasi Buatan dan 4) Teknik Inseminasi Buatan .

Kualitas semen , Yang perlu diperhatikan awalnya adalah bibit sapi yang digunakan apakah sudah unggul didalam menghasilkan produk susu atau produk dagingnya, setelah itu adalah proses didalam pembuatan semen bekunya yang berdampak pada kualitas semen yang dihasilkannya.
Fisiologi Betina yang di IB, Fisiologi betina dipengaruhi oleh genetik induknya apakah sapi lokal, sapi persilangan atau sapi import. Sapi lokal lebih subur (fertil) dibandingkan dengan persilangan atau import), semakin tua umurnya juga semakin tidak fertil, selain itu fisiologi betina juga dipengaruhi oleh lingkungan yaitu sistem pemeliharaannya terutama adalah pakannya (jumlah dan kualitasnya), suhu dan iklimnya, misal sapi perah atau sapi persilangan (misal peranakan limosin) tidak tahan di daerah yang panas dan kualitas pakan yang jelek, dan yang tak kalah pentingnya adalah pengaruh penyakit kulit dan cacingan, akan berpengaruh terhadap kematian embrio (janin).

Ketepatan Deteksi Berahi , Peternak berperanan penting terhadap ketepatan deteksi berahi dan kecepatannya didalam melaporkan kepada inseminator, sehingga diharapkan inseminator dapat meng IB pada waktu yang tepat. Untuk itu peternak perlu mendeteksi berahinya  sehari dua kali.Teknik IB yang dilakukan oleh Inseminator yaitu mulai dari ketepatan waktunya di dalam meng IB yaitu apabila pagi muncul tanda berahi maka sore hari dilakukan IB, sedangkan bila terdapat tanda berahi sore, maka waktu meng IB nya adalah pagi hari berikutnya. Selain itu adalah sistem thawingnya harus benar, yaitu menggunakan air ledeng atau air hangat dengan waktu thawing yang tepat. Berhubung teknik thawing ini sangat besar peranannya didalam menentukan motilitas spermatozoa, maka Inseminator diwajibkan untuk dapat menilai /menguji kualitas spermatozoanya, sehingga straw yang di IB kan benar-benar yakin dengan kualitas baik, sebab yang dibeli oleh peternak adalah spermatozoa dengan motilitas yang baik sehingga diharapkan dapat memfertilisasi, akan tetapi bila spermatozoa tidak diketahui kualitasnya, maka bisa saja yang di IB kan spermatozoanya sudah mati, sehingga tidak terjadi kebuntingan. Selain itu Inseminator harus dapat menempatkan spermatozoa pada posisi yang benar, pada prinsipnya semakin kedalam organ reproduksi, semakin tinggi tingkat keberhasilannya, apabila inseminator yakin sapi belum dikawinkan atau tidak terjadi kebuntingan disarankan dilakukan Deep insemination  yaitu pada posisi di korpus uteri atau kornua uteri, karena hasil penelitian lapang menunjukkan keberhasilan IB lebih dari 90% menggunakan sistem ini, akan tetapi tidak disarankan bagi inseminator pemula karena dikhawatirkan terjadi infeksi pada uterus bila tidak bisa mengendalikan insemination gun nya.

Kesimpulan yang Dapat Diambil Adalah :
Untuk meningkatkan keberhasilan IB perlu dilakukan perbaikan manajemen mulai dari seleksi bibit pejantan yang diambil semennya, proses pembuatan semen beku, sistem pemeliharaan betina induknya, sistem deteksi berahinya dan ketrampilan inseminator dalam hal thawing, ketepatan waktu IB dan penempatan semen pada saluran reproduksi.

Rekomendasi :

  1. Seleksi Pejantan untuk  produksi semen adalah pejantan Unggul dalam hal produksi daging atau susu
  2. Proses produksi semen beku menjamin kualitas semen berkualitas sesuai syarat untuk Inseminasi Buatan yaitu konsentrasi 100 juta/mil dengan motilitas minimal 25% (SNI)
  3. Kontrol kualitas semen dilakukan secara rutin mulai dari tempat produksi (Balai Inseminasi Buatan) di dinas peternakan, hingga di Inseminator, Oleh sebab itu petugas di dinas peternakan, dinas koperasi hingga Inseminator  harus bisa melakukan uji kualitas spermatozoa, sehingga Semen yang di IB kan ke sapi peternak benar-benar diketahui kualitasnya.
  4. Pencatatan perlu dilakukan oleh Inseminator, peternak dan juga koperasi sehingga dapat dilakukan evaluasi keberhasilan IB pada wilayah tersebut.
  5. Pembibitan sapi dapat dilakukan oleh koperasi atau dinas setempat , sehingga untuk mendapatkan bibit tidak harus import tetapi hasil dari pembibitan di wilayahnya sendiri.
  6. Pemilihan bibit sapi (terutama sapi perah) disesuaikan dengan kemampuan peternak didalam memberikan pakan, bila peternak hanya mampu untuk memberikan pakan bagi sapi perah yang berporduksi 10 liter , maka tidak perlu diberi bibit yang mampu memproduksi  30 liter, selain beban harga bibit yang mahal oleh peternak juga resiko terhadap penyakit mastitis dan reproduksi lebih besar.


                                                                       bagan_inseminasi
Read more...